Rabu, 16 November 2016

musyawarah dalam islam



musyawarah dalam islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

            Saat ini masih banyak orang salah persepsi tentang musyawarah, sebenarnya hakikat musyawarah adalah cara mangembil keputusan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia hidup tidak terhindar dari masalah dan mereka dituntut untuk menyelesaikannya. Pada sisi lain, adanya kesulitan dalam mengambil keputusan merupakan hal yang wajar bahkan bisa menimbulkan kesukaran-kesukaran terhadap keputusan itu sendiri yang menyangkut seluruh aspek kehidupan.
            Dalam musyawarah perbedaan pendapat itu wajar, tapi bagaimana menyampaikan perbedaan pendapat tersebut agar orang tidak tersinggung. Dewasa ini musyawarah berkaitan dengan kejadian-kejadian anarkis seperti siding DPR, kenapa demikian? Karena mereka tidak paham tujuan dari musyawarah tersebut. Tujuan dengan diadakannya musyawarah yaitu supaya terciptanya tujuan yang sama.
            Islam sudah mengajarkan bagaimana cara bermusyawarah yang baik dan benar, dalam Al-Qur’an bahwa konsep musyawarah tersebut merupakan tradisi umat muslim pada masa nabi yang harus dilestarikan dalam tatana kehidupan sekaligus merupakan perintah Allah yang disampaikan kepada nabi sebagai salah satu landasan syari’ah yang harus tetap ditegakkan. Terutama dalam kehidupan modern saat ini.
            Etika musyawarah sering dilanggar oleh anggota musyawarah seperti, meremehkan, memotong pembicaraan dan menertawakan usul orang lain. Dalam islam, ada etika-etika untuk melakukan musyawarah.
            Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana seharusnya etika bermusyawarah dalam islam sesuai dengan dalil dari ayat Al-Qur’an dan Hadist.

1.2         Rumusan Masalah
a)    Apa pengertian dari musyawarah?
b)    Bagaimana musyawarah dalam komunikasi?
c)     
1.3         Tujuan Penulisan

a)    Untuk mengetahui bagaimana musyawarah dalam islam.
b)    Untuk mengetahui musyawarah dalam demokrasi.
c)    Untuk mengetahui bagaimana aturan atau etika dalam bermusyawarah.
d)    Bisa mendiskusikan perilaku-perilaku bermusyawarah dalam surah Al-Imran ayat 159.

BAB II
PEMBAHASAN

I.              Pengertian Musyawarah
            Kata musyawarah berasal dari kata (شور) syawara yang pada awal mulanya bermakna “Mengeluarkan madu dari sarang lebah” makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Orang yang bermusyawarah bagaikan orang yang minum madu (Quraish Shihab : 2001).
            Dari makna dasarnya diketahui bahwa lingkran musyawarah yang terdiri dari peserta dan pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta musyawarah bagaikan lebah yang bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama dan dan hanya makan dari hal-hal yang baik saja (disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan gangguan, apalagi merusak dimanapun ia hinggap dengan catatan ia tidak diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan isi atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu bukan hanya manis tapi juga menjadi obat dan karenanya menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah hakekat dan semangat sebenarnya dari musyawarah. Karena kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk hal-hal yang baik saja.
Description: q.s ali imran ayat 159.jpg
            Perintah bermusyawarah pada ayat di atas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang uhud. Ketika itu menjelang pertempuran, nabi mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah, nabi cenderung bertahan di kota Madinah dan tidak keluar menghadapi musuh yang keluar dari Mekah. Sahabat-sahabat beliau terutama kaum muda mendesak agar kaum muslim yang berada di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW keluar menghadapi musuh.
            Pendapat mereka itu mendapat dukungan dari mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya tetapi peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh puluh orang. Konteks turunnya ayat ini serta kondidi psikologis yang dialami Nabi dan sahabat-sahabatnya amat perlu di garis bawahi untuk melihat bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang musyawarah.
            Ayat ini seakan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap dipertahankan dan dilanjutkan. Walaupun terbukti pendapat yang mereka putuskan keliru. Kesalahan mayoritas lebih dapat ditoleransi dan dapat menjadi tanggung jawab bersama dibandingkan dengan kesalahan seseorang meskipun diakui kebenaran pendapatnya sekalipun.
            Dari ayat tersebut dapat diambil 4 sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah.
1.    Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musywarah, apalagi pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2.    Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab tidak akan berjalan dengan baik kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
3.    Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan permohonan ampunan kepada-Nya. Itulah sebabnya yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan ilahi.
4.    Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah dan bertawakal.

            Mungkin kita sering mendengar mengenai syura jika berbicara tentang musyawarah. Syura berasal dari kata Syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah asyara (member isyarat), tasyawara (berunding saling tukar pendapat), syawir (minta pendapat)musyawarah dan mustasyir (minta pendapat orang lain). Syura sebenarnya adalah suatu forum dimana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembuk, tukar pikiran, membentuk pendapat, dan memecahkan suatu persoalan bersama.
            Musyawarah menurut bahasa berarti “berunding” atau “berembuk”, sedangkan pengertian musyawarah menurut istilah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.
            Muasyawarah adalah pengambilan keputusan secara bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan keputusan bersama dibuat jika keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Terdapat 2 cara yang dapat ditempuh dalam pengambilan keputusan secara bersama, yaitu dengan cara musyawarah mufakat dan dengan cara pengambilan suara terbanyak atau lebih dikenal dengan istilah VOTING.
            Voting dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut :
·         Musyawarah sudah dilakukan tetapi tidak menghasilkan keputusan yang bulat.
·         Musyawarah sudah tidak memungkinkan lagi karena timbul perbedaan pendapat yang tidak mungkin lagi dipertemukan.
·         Waktu yang telah mendesak sehingga harus cepat membuat keputusan bersama.
                       
            Musyawarah sangat bermanfaat untuk menyatukan pendapat yang berbeda dan keputusan tersebut menjadi suatu hasil keputusan yang adil dan merupakan tanggung jawab bersama.

II.            Musyawarah dalam Demokrasi.
            Negara Indonesia dalam sistem politik menerapkan sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila tidak hanya meliputi demokrasi bidang pemerintahan atau bidang politik (dalam arti sempit), tetapi juga telah  berkembang menjadi sistem demokrasi dalam arti luas, yaitu meliputi berbagai sistem dalam masyarakat, seperti sitem politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
            Musyawarah sudah dikenal sejak zaman dahulu, musyawarah merupakan inti dari demokrasi pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”.
            Setiap orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat sebagaimana dimuat dalam undang-undang, secara khusus untuk mengaturnya, yaitu UU No. 9 tahun 1998.
            Musyawarah dalam demokrasi mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.:
1)            Musyawarah bersumber pada paham sila ke-4.
2)            Setiap putusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan dan tidak boleh bertentangan dengan          Pancasila dan UUD 1945.
3)            Setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengeluarkan pendapat.
4)            Setiap keputusan, baik sebagai hasil mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak harus dapat diterima          dan dilaksanakan.
5)            Apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai dan telah diupayakan berkali-kali maka dapat digunakan cara lain yaitu, dengan cara Voting. 

            Dengan demikian musyawarah dalam demokrasi yaitu memberikan suatu kewenangan mengeluarkan pendapat sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 28 (E) ayat 3 yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.

III.           Musyawarah dalam Islam
            Islam memandang musyawarah sebagai suatu hal yang amat penting bagi kehidupan manusia, bukan hanya dalam kehidupam berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dalam Al-qur’an dan Hadist yang memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya untuk bermusyawarah dalam memecahkan berbagai persoalan  yang mereka hadapi. Musyawarah itu dipandang penting karena musyawarah merupakan salah satu alat yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat, dan sebagai salah satu sarana untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik. Adapun bagaimana sistem musyawarah itu harus dilakukan, baik Al-qur’an maupun Hadist tidak memberikan penjelasannya secara tegas.
a)    Ayat-ayat Al-qur’an tentang musyawarah
·         Surat Al-Baqarah ayat 233, yang artinya “apabila kedua (suami istri) ingin menyapihkan anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan antara mereka. Maka tidak ada dosa atas keduanya.” (Q.S Al-baqarah : 233)
·         Surat At-Thalaq ayat 6, yang artinya “tempatkanlah mereka para istri dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka. Dan mereka istri-istri yang sudah ditalak itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan bermusyawrahlah diantara kamu segala sesuatu dengan baik dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya.” (Q.S At-Thalaq : 6)
·         Surat Al-Syura ayat 38, yang artinya ”dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S Al-Syura : 38)
b)    Manfaat Musyawarah
·      Melalui musyawarah dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan, dan keikhlasan       terhadap kemashatan umum.
·      Kemampuan akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan berfikirnya pun berbeda-beda.    Sebab, kemungkinan diantara mereka ada yang mempunyai suatu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain para pembesar sekalipun.
·      Semua pendapat dalam musyawarah diuji kemampuannya. Setelah itu, dipilihlah pendapat yang            lebih baik. Di dalam musyawarah, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu            upaya dan kesepakatan hati.

IV.          Etika dalam bermusyawarah.
1.    Sikap lemah lembut, seseorang yang melakukan musyawarah apalagi sebagai pemimpin, harus           menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra    musyawarah akan bertebaran pergi. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras            niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.
2.    Musyawarah dipimpin oleh orang yang tidak memihak kepada siapapun.
3.    Musyawarah diawali dengan basmalah, hendaknya masing-masing berdo’a :
     
      “Allahumma alhimna mara sida umurina wa adidna min syururi anfusina wa min syayiati
      a maalina”.
           
            Artinya : “Ya Allah berikanlah kami petunjuk (ilham) apa yang menjadi urusan kami dan kami   berlindung dari kejahatan diri kami dan keburukan perbuatan orang lain.”


4.    Pimpinan musyawarah meminta usul-usul mulai dari sebelah kanan ke sebelah kiri. Mengajukan       usul-usul yang terbaik dan setelah usul-usul disampaikan, anggaplah usul orang lain yang terbaik.
5.    Apabila usul kita diterima segeralah beristighfar, sebab mungkin saja usul itu mendatangkan   mudarat bagi orang lain, sebaliknya jika usul kita ditolak maka ucapkan Alhamdulillah.
6.    Tidak memotong pembicaraan (interupsi), tunggulah orang lain selesai bicara dan tidak boleh        menguatkan pendapat orang lain.
7.    Keputusan bukanlah pada suara yan terbanyak. Kebenaran hanya pada Allh dan Rasul-Nya.          Hendaknya keputusan sesuai dengan laporan atau data yang ada.
8.    Apabila keputusan telah ditetapkan, maka ini adalah suatu amanah dari Allah SWT dan siap           melaksanakannya (sami’na wa athana). Menerima keputusan musyawarah sebagai hadiah bukan sebagai beban.
9.    Apabila dari hasil musyawarah terjadi hal yang tidak diinginkan maka janganlah berandai- andai. Hal ini akan menimbulkan peluang syetan untuk memecah hati kita.
10. Perbedaan pendapat dalam musyawarah adalah rahmat tetapi beda pendapat dalam       musyawarah adalah laknat.

V.           Contoh musyawarah pada zaman Nabi Muhammad SAW
            Pada waktu kaum muslimin mendapatkan kemenangan dalam perang badar, banyak orang-orang musyirikin yang menjadi tawanan perang. Untuk menyelesaikan masalah itu Rasulullah SAW mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar Shiddik dan Umar bin Khattab.
            Rasulullah meminta pendapat Abu Bakar tentang tawanan perang tersebut. Abu Bakar memberikan pendapatnya, bahwa tawanan perang itu sebaiknya dikembalikan ke keluarganya dengan membayar tebusan. Umar bin Khattab juga dimintai pendapatnya. Dia mengemukakan pendapatnya, bahwa tawanan perang itu dibunuh saja dan yang diperintahkan membunuh adalah keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar dibelakang hari mereka tidak berani lagi menghina dan mencaci Islam.
            Sebab bagaimanapun islam perlu memperlihatkan kekuatannya dimata mereka. Dari dua pendapat yang bertolak belakang ini Rasulullah sangat kesulitan untuk mengambil kesimpulan. Akhirnya, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an (Surat Al-Imran ayat 159) yang menegaskan agar Rasulullah berbuat lemah lembut. Kalau berkeras hati mereka tidak akan menarik simpati sehingga mereka akan lari dari ajaran islam.
            Alhasil ayat ini diturunkan sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar Shiddik. Disisi lain memberikan peringatan kepada Umar bin Khattab. Apabila dalam permusyawarahan pendapatnya tidak diterima hendaknya bertawakallah kepada Allah SWT. Sebab, Allah sangat mencintai orang-orang yang bertawakal. Dengan turunnya ayat ini maka tawanan perang itu pun dilepaskan sebagaimana saran Abu Bakar.
            Rasulullah juga bermusyawarah dengan para sahabatnya pada waktu menghdapi perang badar dengan menawarkan idenya untuk menghadang kafilah musyirkin Quraisy yang kembali dari Syam. Ide tersebut disepakatioleh para sahabat dengan kata-kata yang meyakinkan. Mereka berkata “Ya Rasulullah, sekiranya engkau mengajak kami menyebrang melewati lautan ini tentu kami akan lakukan dan sekali-kali kami tidak akan bersikap seperti kaum Musa yang berkata kepada Nabinya, “pergilah engkau bersama Tuhanmu berperang, sedangkan kami akan tetap tinggal disini.”

BAB III
PERSEPSI ORANG TERHADAP MUSYAWARAH PADA ZAMAN SEKARANG

            Musyawarah merupakan peundingan untuk menyelesaikan masalah. Manurut analisis kami bahwa musyawarah adalah suatu kegiatan untuk mencari kesepakatan bersama dalam permasalahan. Tetapi kebanyakan orang dalam musyawarah tidak lagi mencari kesepakatan bersama melainkan kepeningan golongan.
            Musyawarah sudah dikenal sejak zaman dahulu sebagai warisan yang sangat berharga Karena musyawarah merupakan inti dari demokrasi pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”.
            Dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama, musyawarah tentu lebih cocok daripada tindakan lainnya. Dalam musyawarah, semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, tidak dibedakan berdasarkan atau jabatan apapun. Setiap orang dalam musyawarah harus saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain untuk mencapai kesepakatan.
            Sebagai contoh, Menteri Agama H. Suryadharma Ali memandang musyawarah sangtlah penting dilaksanakan, seperti menentukan awal ramadhan dan satu syawal, walaupun banyak perbedaan pendapat, tapi mereka mempunyai satu tujuan dan mereka juga menunjukkan keseriusan dan komitmen bersama untuk menyelesaikan perbedaan dan mewujudkan persatuan perbedaan umat.
            Dengan demikian bahwa persepsi kebanyakan orang terhadap musyawarah adalah suatu proses melakukan pembahasan masalah tertentu yang dihadapi oleh sekelompok orang untuk mencari solusi sehingga mencapai keputusan yang dapat berpengaruh bagi kepentingan bersama.


BAB IV
PENUTUP

1.    Kesimpulan
a.    Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan keputusan bersama dibuat jika keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Terdapat dua cara yang dapat ditempuh dalam pengambilan keputusan bersama, yaitu dengan cara musyawarah mufakat dan dengan pengambilan suara terbanyak (Voting).
b.    Musyawarah dalam demokrasi mengandung beberapa prinsip yang bersumber dari paham sila ke-4. Setiap keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan dan tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengeluarkan pendapat. Setiap keputusan, baik hasil mufakat maupun berdasarkan voting harus diterima dan dilaksanakan.
c.    Musyawarah itu dipandang penting, karena merupakan salah satu alat yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat disamping sebagai salah satu sarana untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik. Adapun bagaimana sistem permusyawaratan itu harus dilakukan, baik Al-Qur’an maupun Hadist tidak memberikan penjelasan secara tegas
d.    Dari Surat Al-Imran ayat 159 tersebut dapat diambil 4 sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah, yaitu :
·         Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musywarah, apalagi pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
·         Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab tidak akan berjalan dengan baik kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
·         Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan permohonan ampunan kepada-Nya. Itulah sebabnya yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan ilahi.
·         Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah dan bertawakal.
2.    Saran
            Musyawarah memang sudah menjadi kebiasaan kita dalam menyelesaikan masalah tetapi kita sering kali lupa dengan tujuan musyawarah itu sendiri, tujuan musyawarah yaitu untuk mencari kesepakatan bersama dalam sebuah masalah. Pernahkah kita melihat dan mendengar musyawarah yang diwarnai dengan kericuhan?
Contohnya yaitu seperti sidang Paripurna DPR, mereka hanya mementingkan kepentingan golongan mereka, bukan mementingkan rakyat Indonesia. Jadi bagi kita yang berlatar belakang Islam gunakanlah musyawarah sebagaimana musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
            Musyawarah mempunyai aturan bukan sekehendak kita dalam melaksanakannya, pahami dan taati aturan atau etika bermusyawarah sehingga tidak ada lagi keributan bermusyawarah. Sekarang ini cobalah kita mampu menerima pendapat orang lain, dan sabar apabila pendapat kita tidak diterima orang, dan yang lebih penting janganlah memotong pembicaraan orang lain ketika mengeluarkan pendapatnya.
            Dengan demikian apabila kita mampu melaksanakan seperti zaman Rasulullah SAW maka tidak akan ada lagi keributan, justru malah sebaliknya dalam musyawarah tersebut akan tercipta suasana damai dan bukan menimbulkan permusuhan, sehingga musyawarah mampu mempererat tali silaturahmi.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar