Rabu, 16 November 2016

SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW



SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama disekitar Mekkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang dikenal dengan istilah paganisme. Selain menyembah berhala, dikalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Disamping itu agama yahudi yang dipeluk oleh penduduk yahudi imigran di yaman dan madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
            Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab . Masa itu biasa disebut dengan Zaman “Jahiliah”, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dilingkungan ini lah Nabi Muhammad SAW. dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran Islam, ditengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun, beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat Arab ketika itu.
            Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau bertahanus atau menyepi di gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala. Ditempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka Nabi Muhammad SAW. telah diangkat menjadi Nabi utusan Allah . Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW. belum di perintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah Al-Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. diangkat menjadi Rasul yang harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi dua periode, yaitu :
1.      Periode Mekkah
Ciri pokok dari periode ini adalah pembinaan dan pendidikan tauhid (dalam arti luas)
2.      Periode Madinah
Ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik (dalam arti luas)

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW beserta umat Islam berhijrah?
2.      Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
3.      Bagaiman strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada periode Madinah?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
            Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
            Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekkah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
            Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekkah ke Yastrib adalah :
§  Menyelamatkan diri dan umat umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
§  Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad dijalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).

                  Rencana hijrah Rasulullah SAW diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW. dengan orang-orang Yastrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.
                  Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW., sehingga beliau merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abu Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
                  Pada malam hari yang direncanakan, ditengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekkah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan kota Mekkah. Mereka bersembunyi di gua itu selam 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
                  Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun kerena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yastrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yastrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernh ditempuh orang.
                  Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 Km dari Yastrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap dirumah Kalsum bin Hindun. Dihalaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
                  Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. sementara itu penduduk Yastrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yastrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
                  Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW mereka berbaris disepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala’ Al-Badru, yang isinya:
      “Telah tiba bulan purnama, dari saniyyah Al-Wada’I (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada ilahi, wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap dirumahnya.”
      Tetapi Nabi SAW hanya berkata, “Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”
                  Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu sahal dan suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub Al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. 7 bulan lamanya Nabi SAW tinggal dirumah Abu Ayyub, sementara kaum muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya. Sejak saat itu nama kota Yastrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi). Orang sering pula menyebutnya Madinatul Al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke dunia.

B.     Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
            Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekutan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
            Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama 10 tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
            Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, sejaran ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat makiyah dan hadist periode Mekkah, juga ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadist periode Madinah, umunya ajaran Islam tentang sosial kemasyarakatan.
            Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum yahudi penduduk Madinah, para penduduk diluar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman :

Description: C:\Users\miew\Documents\21_107[1].png

Artinya : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam .” (Q.S. Al-Anbiyaa’ 21:107)

            Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekkah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
            Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
            Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk islam banyak yang masuk islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk islam dan juga berusaha melenyapkan agama islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekkah, kaum yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
            Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.

Description: C:\Users\miew\Documents\al.png

Artinya : “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Q.S. Al Hajj 22:39).

Description: C:\Users\miew\Documents\al 190.png

Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah 2:190).

            Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk :
Ø  Kehormatan umat islam.
Ø  Dakwah dan member kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
Ø  Untuk memelihara umat islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.

            Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama islam, bukan saja terhadap penduduk jazirah Arabia, tetapi juga keluar jazirah Arabia, maka bangsa romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuatan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat islam dan bangsa romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.

C.    Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Madinah
            Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah :
*      Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran islam dan mengamalkan ajarannya.
*      Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 125.

Description: C:\Users\miew\Documents\an nahl.png

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya           Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.“ (Q.S. An-Nahl 16:125)

Description: C:\Users\miew\Documents\al imran.gif

Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Imran 3:104).

            Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
            Umat islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan poko-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat islam atau masyarakat madani di Madinah.
            Masyarakat islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
            Usaha-usaha Rasulullah dalam mewujudkan masyarakat islam seperti tersebut adalah :
*                  Membangun Masjid
            Masjid yang pertama kali dibangun Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak sekitar 5 Km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah (20 September 622 M).
            Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah islam.
            Masjid ke-2 yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum muhajirin dan Anshar, yang peletakkan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakkan batu ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 dilaksanakan oleh para sahabatnya yang terkemuka yakni : Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abu Thalib r.a.
            Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut :
*      Masjid sebagai sarana pembinaan umat islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
*      Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat 5 waktu, shalat jum’at, shalat tarawih, shalat idul fitri dan idul adha.
*      Masjid merupakan tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiah) demi terwujudnya persatuan).
*      Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infaq, sedekah, dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama pada fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
*      Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.

*                  Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar
            Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekkah yang berhijrah ke Madinah. Anshar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum muhajirin.
            Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara muhajirin dan anshar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang muhajirin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan anshar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. demikian juga sebaliknya dengan anshar.
            Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh  sahabat misalnya :
*      Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat rasulullah SAW
*      Abu Bakar Ash-Shidiq bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
*      Abdurrahman bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Anshar)
                 
                  Demikianlah seterusnya setiap orang muhajirin dan orang anshar, termasuk muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW dipersaudarakan secara sepasang-sepasang layaknya seperti saudara senasab.
                  Persaudaraan secara sepasang-sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama muhajirin dan anshar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
                  Kaum anshar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum muhajirin tidak hanya diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma..
                  Kaum muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan dibagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut suffa dan mereka dinamakan ahlus suffa (penghuni suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka di cukupi oleh kaum muhajirin dan kaum anshar secara bergotong-royong. Kegiatan ahlus suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadist, kemudian diajarkan kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum muslimin dan kaum kafir, mereka ikut berperang.

*                  Perjanjian dengan Masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari 3 golongan, yaitu umat islam, umat yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir, dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
            Piagam ini harus dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau bukan muslim. Strategi ini telah mejadikan Madinah sebagai model negera islam yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan piagam Madinah.
            Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madianh Non-islam dan tertuang dalam piagam Madinah. Piagam madinah itu antara lain berisi :
1.      Setiap golongan dari ke-3 golongan penduduk madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan member keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
2.      Setiap individu penduduk madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3.      Seluruh penduduk kota madinah yang terdiri dari kaum muslimin, kaum yahudi, dan orang-orang Arab yang belum masuk islam, mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materil. Apabila madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk madinah harus bantu membantu dalam mempertahankan kota madinah.
4.      Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di madinah harus diajukan kepada rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.

*                  Pembangunan Pranata Sosial dan pemerintahan
            Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di madinah, masyarakatnya terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok muhajirin dan kelompok anshar, yahudi, nasrani, dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
            Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi SAW mencoba menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat islam, Nabi SAW telah mempersaudarakan antara muhajirin dan anshar. Sementara untuk kalangan non-muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat islam yang tertuang di dalam piagam Madinah.
            Pada masa Rasulullah penduduk madinah mayoritas sudah beragama islam, sehingga masyarakat islam sudah terbentuk,  maka adanya pemerintahan islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara (Khalifah).
            Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat peraturan-peraturan ini tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadist.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari penjelasan makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah SAW periode madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dimana dalam periode madinah ini, pengembangan islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.

B.     Kritik dan Saran
            Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah kami di masa yang akan datang.

C.     DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar